Minggu, 27 Desember 2009

Wisata Konveksi Penggugah Usaha Baru

Keuletan masyarkat Jepara dalam usaha dan pandainya membaca peluang, perlu kita tiru dan kita teladani. Hampir semua wilayah mempunyai ciri khas dalam setiap usahanya, mulai dari ukir yang sudah menyeluruh di wilayah Jepara, konveksi di Desa Purwogondo, Sendang, gemiring kidul , kerajinan kain troso di desa Troso dan sekitarnya sampai pembuatan genting. Usaha konveksi terbesar di Kecamatan Nalumsari ada di Desa gemiringlor dan Gemiringkidul. Sistem pengerjaan konveksi ini ada yang dikerjakan oleh pekerjanya di rumahnya masing-masing atau dengan istilah setor, atau para pekerja tersebut bekerja di tempat yang punya usaha tersebut. Bahkan ada usaha konveksi yang bekerjaanya hampir 20 jam setiap harinya, tidak lain adalah untuk mengejar target pesanan agar terpenuhi.

Pangsa pasar di dalam pulau Jawa yang masih favorit adalah di Pasar Grosir Klewer Solo dan pasar grosir Kliwon Kudus. Bahkan sudah merambah ke pasaran luar Jawa antara lain Nusa Tenggara, Bali, dan Kalimantan. Antara Penjual dan Pembeli ini bertemu pada awal pesanan hanya satu kali saja, untuk pesanan seterusnya hanya melalui Telpon dan sehingga rasa kepercayaan yang tinggi antara penjual dan pembeli harus tertanam di sini. Masalah seperti inilah yang sering menyebabkan pengusaha konveksi sering guling tikar. Karena pada pesanan pertama sampai ketiga uang pembelian lancar, tetapi selanjutaya pembeli tidak mengirimkan uang pesanannya, atau pindah usaha ke tempat lain. Maka kejelian penjual sangat diperlukan untuk menentukan pembeli yang berasal dari luar pulau Jawa.



Gula Tumbu



Gula merah yang tercetak dalam tempat tumbu atau yang lebih dikenal dengan nama gula tumbu, merupakan salah satu usaha favorit yang ada di wilayah Jepara Selatan, terutama di wilayah Kecamatan Nalumsari.

Usaha ini tidak setiap orang memilikinya, karena membutuhkan modal yang besar, namun usaha ini tidak mematikan petani tebu yang bermodal kecil, sebab pada akhirnya petani-petani yang memiliki usaha pembuatan gula tumbu ini yang membeli tanamam tebu yang ditanam oleh petani-petani yang bermodal kecil.

Yang unik dari usaha gula tumbu ini adalah tidak semua tebu bisa dijadikan gula tumbu, karena dipengaruhi oleh struktur tanah dan juga cara perawatan tanaman tebu tersebut.

Curah hujan yang berlebihan juga dapat mempengaruhi kualitas gula yang dihasilkan. Bulan Mei-Desember merupakan waktu musim giling, jika pada saat musim giling masih sering ada hujan, maka sari gula yang dihasilkan akan kurang bagus, akibatnya gula tidak bias tahan lama (cepat meleleh)

Padahal untuk mengatur harga, biasanya dengan cara menyimpan gula tersebut, disaat harga bagus barulah gula-gula itu dilepas dipasaran. Harga yang baik harganya berkisar antara Rp. 250.000 sampai Rp. 300.000. Tahun 2009 ini merupakan tahun yang menyenangkan, karena pembeli yang pada umumnya dari perusahaan-perusahaan kecap membeli pada harga yang tinggi.

Penasaran…..??. Kunjungi lokasi-lokasi tersebut

Kerupuk Gadung yang Memikat


“Awas hati-hati bisa pusing”. Kata-kata itulah yang sering muncul bila kita mengkonsumsi criping gadung. Kekawatiran seperti itu kita maklumi, sebab makanan tersebut bila proses pengolahannya salah, bisa menyebabkan kepala pusing dan mual.

Pada musim kemarau hampir semua ibu-ibu rumah tangga melakukan usaha sampingan krupuk gadung, sehingga pada saat seperti ini masalah klasik selalu muncul “Turun Harga”

Salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasinya adalah dengan menyimpan dan menunggu sampai harga membaik, tetapi masalah tidak bergenti sampai di sini. Penyimpanan yang lama dan pengolahan yang tidak baik akan menyebabkan krupuk gadung ini akan timbul jamur,sehingga dapat menyebabkan keracunan. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan sebagian besar orang enggan untuk mengkonsumsinya, tetapi bagi yang sudah ketagihan dengan enaknya krupuk ini, mereka tetap mengkonsumsinya.

Menyikapi masalah-maslah seperti ini, agar dilakukan suatu langkah untuk pembinaan yang terprogram agar produksi dan cara penyajian hasil ibu-ibu rumah tangga ini dapat bersaing dengan pasar, sehingga satu paket dalam program wisata dapat mendukung satu sama lainnya, wisata ada, paket oleh-oleh juga ada.

Durian Lokal yang Menawan


Bulan November-Desember merupakan puncak musim buah, tidak terkecuali buah durian, hampir sering kita dapati sepanjang jalan dari kota Jepara sampai ke Mayong, buah durian selalu menghiasi pemandangan jalan.

Mendengar buah durian, tentu kita tidak bias melupakan yang namanya durian petruk atau durian – durian lain yang mendapatkan juara pertama di setiap even lomba durian yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Kecapi, Ngabul merupakan daerah sentra penghasil durian, tetapi alangkah baiknya jika pengembangan sentra buah durian tidak terpusat pada daerah tersebut. Daerah – daerah lain seperti Muryolobo, Bategede dan daerah lainnya yang berada di daerah agak tinggi juga menghasilkan buah yang baunya menyengat ini.

Sebagai upaya untuk mengenalkan durian dari daerah selatan, sekitar pertengah bulan Desember 2009 yang lalu pada Pameran Hasil-Hasil pertanian yang dilaksanakan di Desa Rengging Kecamantan Pecangaan Kabupaten Jepara, Dinas terkait juga menampilkan buah durian ini.

Semoga usaha ini dapat meingkatkan semangat untuk menumbuhkan dan menampilkan durian lain yang juga berpotensi untuk dikembangkan.

Sreni, Wana Wisata Yang Masih Alami



Tentu kita masih ingat pada sekitar bulan Juli 1994, dimana even tingkat nasional diselenggarakan di tempat ini. Sebuah Moment Penyelenggaran Saka Wana Bhakti Tingkat Nasional. Banyak pejabat Negara, mulai dari Menteri, gubernur, Bupati dan pejabat lainnya langsung datang ke tempat ini.

Fasilitas minimal sudah terbangun di tempat ini, mulai air bersih, gasibo untuk peristirahatan sampai penerangan sudah tersedia. Dengan harapan selesainya untuk kegiatan tempat perkemahan, akan dikembangan sebagai tempat wisata alam. Namun rencana tersebut agak terhambat, karena fasilitas yang sudah terbangun pada tahun 1994 tidak terpeliharaan dengan baik. Terlebih pada sekitar pada tahun 1998, semenjak bergulirnya era reformasi yang tidak terkontrol, banyak hutan yang terjarah, hutan habis, kondisi tersebut juga menimpa Hutan Wisata Sreni.

Kita boleh lega, dari pemerintah terkait ada rencana pengembangan lagi di tempat ini, mudah-mudah pengembangan obyek wisata ini menjadi kenyataan di tahun – tahun mendatang.

Tungkuku Penopang Hidupku


Sabar, teliti dan keuletan itulah prinsip yang dipakai oleh perajin kerabah tradisonal yang terletak di Desa Singorojo kecamatan Mayong dan sekitarnya. Ditengah modernisasi peralatan rumah tangga yang semakin canggih, mereka tetap berdiri kokoh demi memenuhi kebutuhan hidup.

Terik matahari yang menyengat, terasa sejuk oleh keringat yang menyelimuti seluruh anggota badan, disaat mereka harus memilih tanah, kemudian mereka harus bergelut dengan tanah, memutar, memoles sampai terbentuk sebuah gerabah yang mereka inginkan. Tantangan belum berhenti sampai disini, membakar proses produksi yang tidak kalah melelahkannya. Dari hasil proses pembakaran kadang-kadang, produk tersebut masih perlu dihiasi warna-warni cat, terutama yang yang berwujud permainan anak-anak, seperti celengan, terbang-terbangan, atau mungkin yang berbentuk hewan, tidak kalah rumit lagi jika barang tersebut berbentuk pot bunga, maka ketelitian tidak mudah untuk dilakukan.

Jika rangkaian – rangkaian proses produksi tersebut dirangkum dalam paket wisata,maka akan menambah pendapatan perajin, minimal hasil produksi mereka laku, karena ada wisatawan dating dan membeli produknya, sehingga mereka para perajin tidak usah keliling jalan, putar-putar keluar desa untuk menjajakan hasil produksinya. Dan tidak kalah pentingnya adalah pembinaan dari Dinas terkait untuk peningkatan mutu, bantuan modal dan cara pemasaran.

RA. Kartini


Kalau kita mendengar tentang Jepara, tentu tidak bisa lepas dari Pahlawan pejuang emansipasi wanita di Indonesia yang bernama R.A. Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879, merupakan putri sulung dari Raden Mas Sosroningrat, Bupati Jepara, Jawa Tengah kala itu, Kartini selalu menyampaikan pendapat kepada rekan-rekannya yang kebanyakan berkebangsaan Belanda. Pendapatnya itu dikumpulkan dan dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul " Door Duisternis tot Licht " atau "Dari Gelap Terbitlah Terang".

Tepatnya di Desa Pelemkerep Kecamatan Mayong Jepara, Ari-ari RA Kartini tertata dan terawatt dengan baik di tempat tersebut, pada hari-hari yang ada hubungan dengan kegiatan wanita, tempat ini sering menjadi tempat tujuan wisata, dengan tujuan untuk meniru dan meneladani semangat perjuangannya, untuk meningkatkan derajat suatu kaum

walau hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku, bahwa setiap gadis harus dipingit sampai menikah
Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli "Max Havelaar" dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa.

Begitulah sekelumit kisah perjuangan RA Kartini, yang akhirnya beliau meninggal dan dimakamkan di Rembang. Maka dengan mengunjungi tempat-tempat sejarah RA. Kartini kita dapat mengenang dan akhirnya dapat meneladani akan perjuangan-perjuangannya